Pengikut

Sabtu, 29 Agustus 2020

Didi Kempot, Melestarikan Budaya Jawa dan Kearifan Lokal Melalui Lagu Campur Sari

Didi Kempot. Siapa yang tak mengenal sosoknya? Penyanyi spesialis lagu-lagu berbahasa Jawa ini begitu digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Tua, muda sampai anak-anak. Tak hanya di dalam negeri saja. Di luar negeri terutama di negeri Belanda dan Suriname, sosoknya begitu dipuja-puja.

Dokumen RCTI

Anak-anak muda milenial memberinya julukan The God Father of Broken Heart. Mereka begitu menyukai lagu-lagu Didi Kempot yang notabene berbahasa Jawa dan liriknya mengisahkan tentang patah hati. 

Itulah kekuatan sebuah karya. Ketika sudah digemari dan mengena di hati, siapa yang bisa membendung kedahsyatannya? Mereka anak-anak muda milenial yang begitu menggemari lagu-lagu Didi Kempot, bahkan tak malu-malu memproklamirkan diri sebagai Sad Boy dan Sad Girl dalam naungan Sobat Ambyar. Sebutan bagi para fans Didi Kempot.

Namun di tengah popularitasnya tersebut. Takdir berkata lain. Tanggal 5 Mei 2020 Tuhan memanggilnya pulang untuk kembali keharibaan-Nya. Didi Kempot meninggal secara mendadak tanpa sakit yang serius atau berkepanjangan. Hanya sedikit keluhan kemudian di bawa ke rumah sakit namun tak tertolong. Begitu cepat dan mengejutkan semua.

Duka mendalam dirasakan oleh semua yang mengenal sosoknya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepergian Didi Kempot tidak hanya ditangisi oleh keluarga saja. Tapi oleh semua. Apalagi satu bulan sebelumnya Didi Kempot sukses menggelar konser amal dari rumah, terkait kondisi negara dan dunia yang sedang dilanda pandemi Covid-19. 

Belum habis orang membicarakan konser tersebut yang menghasilkan milyaran rupiah untuk didonasikan. Namanya kembali dibicarakan saat ia berpulang tanpa tanda-tanda. Tentu saja perbincangan yang baik-baik mengenai sosok diri dan karya-karyanya.

Konsisten berbuah manis

Konsisten. Ya, hal itu yang dilakukan Didi Kempot sejak awal merintis karir tahun 1990 hingga tutup usia tahun 2020. Konsisten dengan aliran musik yang ia usung. Yakni lagu-lagu dengan lirik bahasa Jawa. 

Selama 30 tahun berkarya dengan mengusung lagu-lagu Jawa. Tidak serta merta ia diterima dengan mulus oleh masyarakat Indonesia. Lagu pertama yang ia rilis di dapur rekaman yakni "Cidro" tidak lantas membuatnya dikenal orang. 

Didi Kempot yang mengawali karir dengan mengamen tetap mengamen meski sudah masuk dapur rekaman. Justru masyarakat luarlah yang menyukai karya-karyanya. Negeri Belanda dan negara Suriname menjadi pijakannya dalam berkarir. Ia justru naik turun panggung di dua negara tersebut. 

Bertahun-tahun manggung di negeri orang, ia kembali ke Indonesia dan ingin masyarakat mengenal karya-karyanya yang begitu disukai oleh orang-orang luar. Maka terciptalah lagu "Stasiun Balapan" yang benar-benar melambungkan namanya kala itu. Masyarakat Indonesia mulai mengenal sosok penyanyi bernama Didi Kempot.

Namun tak lama namanya tenggelam lagi. Meski begitu ia terus saja berkarya. Menulis dan menciptakan lagu-lagu berbahasa Jawa. Jika dirunut ada sekitar 700 lagu yang sudah ia ciptakan.

Tahun 2019 namanya kembali melambung. Anak-anak muda milenial pelopornya. Mereka dengan bangganya menyebut diri sobat ambyar. Julukan bagi para penggemar lagu-lagu Didi Kempot. Bisa dibilang tahun 2019 merupakan tahun keemasan Didi Kempot. Hampir semua stasiun televisi mengundang Didi dalam setiap acaranya. 

Belum lagi panggung-panggung off air di seluruh Indonesia. Nama Didi Kempot benar-benar jaminan suksesnya panggung pertunjukan. Lagu-lagu lama Didi Kempot pun kembali dirilis ulang. Mereka yang tidak mengerti bahasa Jawa pun menyukai lagu-lagu Didi Kempot. Karena musik dan liriknya memang mengena di hati. Itulah bahasa kalbu. Tanpa perlu tahu artinya tetap menyentuh jiwa.

Orangtua perantara lagu-lagu Didi Kempot

Saya pribadi mengenal lagu-lagu Didi Kempot karena orangtua. Sebagai anak dari keluarga Jawa, saya tak lepas dari musik berbahasa Jawa kesukaan orangtua. Terutama bapak. Hampir setiap hari rumah kami dihiasi dengan lagu-lagu campur sari atau langgam Jawa serta lagu-lagu keroncong.

Dari sinilah saya terbiasa mendengarkan lagu-lagu berbahasa Jawa. Salah satunya lagu-lagu Didi Kempot. Lagu "Stasiun Balapan" merupakan lagi favorit bapak. Hampir setiap hari lagi tersebut diputar oleh bapak. Tak heran jika saya pun ikut menyukai lagu tersebut.

Maka ketika nama Didi Kempot kembali bersinar bersama sobat ambyar. Saya sudah tak heran lagi. Justru semakin menyukai lagu-lagu Didi Kempot. Sebab beberapa lagu lama yang dirilis ulang, musiknya lebih enak didengar alias easy listening.

Mungkin memang disesuaikan dengan selera anak muda. Lebih nge-pop. Namun tidak menghilangkan ciri khasnya. Yakni tetap berbahasa Jawa dan ada suara gendangnya. Seperti lagu "Banyu Langit dan Ambyar."

Duta budaya dan duta pariwisata

Menurut saya Didi Kempot pantas disebut sebagai Duta Budaya dan Duta Pariwisata. Bagaimana tidak? Selama 30 tahun berkarir di dunia musik. Selama itu pula hampir semua lagu ciptaannya menggunakan bahasa Jawa. Ini artinya ia benar-benar melestarikan dan mengenalkan bahasa Jawa lewat lirik lagu. 

Tanpa disadari, hal ini menjadi semacam pengenalan kosa kata bahasa Jawa kepada para pendengarnya. Baik itu orang Jawa asli atau bukan orang Jawa. Kita yang keturunan Jawa dan tidak lancar berbahasa Jawa. Lewat lagu-lagu Didi Kempot jadi lebih lancar dan paham bahasa Jawa.

Suoro angin, angin sing rerindu ati. Ngelingake sliramu sing ta tresnani. Pingin nangis ngetoke eluh ning pipi. Duwe ora weruh senajan mung ono ngimpi

Ngalemo, ngalemo ning dodoku. Tambanono roso kangen neng atiku. Ngalemo, ngalemo ning aku. Ben ra adem kesiram udaneng ndalu.

(Lirik "Banyu Langit")

Selain itu Didi juga pantas disebut sebagai Duta Pariwisata. Lewat lirik lagu-lagu yang ia ciptakan. Ada banyak tempat di Indonesia yang ia angkat dan perkenalkan kepada para pendengar lagu-lagunya.

Saya mengetahui ada Gunung Purbo di daerah Yogyakarta dari lagu "Banyu Langit." Jadi mengetahui bahwa ada daerah bernama Langgran di Wonosari Yogyakarta. Berikut ini sepenggal lirik lagu "Banyu Langit."

Ademe gunung Merapi Purbo. Melu krungu suaramu ngomongke opo. Ademe gunung Merapi Purbo. Sing ning Langgran Wonosari Yogyakarta.

Begitu juga dengan pantai klayar di Pacitan. Saya tidak asing dengan nama Pacitan. Tapi baru mengetahui ada pantai yang indah di sana. Dan itu saya ketahui juga lewat lagu Didi Kempot yang judulnya "Pantai Klayar."

Dokumen Net.Tv

Birune segoro kuto Pacitan. Nyimpen janjimu seprene ra biso ilang. Birune segoro kuto Pacitan. Pantai Klayar sing nyimpen sewu kenangan.

Serta masih banyak lagi lagu-lagu Didi Kempot yang mengangkat sebuah tempat atau daerah seperti Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, Dalan Anyar, Tanjung Emas Ninggal Janji, dan Kangen Nickherie.

Untuk lagu "Kangen Nickherie" Didi Kempot mengangkat suatu distrik di negara Suriname yang sering ia kunjungi saat di sana. Saya pun jadi mengetahui bahwa ada suatu daerah bernama Nickherie di sana. 

Didi Kempot Official Video

Kecintaan Didi Kempot terhadap negara Suriname yang telah membesarkan namanya, ia tuangkan dalam sebuah lagu berjudul "Lobi Suriname."

Pantas rasanya jika ia disebut sebagai Duta Budaya dan Duta Pariwisata. Apalagi di tahun-tahun keemasannya Didi Kempot juga lebih sering mengenakan busana adat Jawa dalam setiap penampilannya di panggung. Beskap lengkap dengan blangkonya. Ia pun semakin menunjukkan konsistensinya dalam mengangkat budaya Jawa.

Setelah kepergiannya. Ada rasa rindu melihat penampilannya di atas panggung. Meski belum pernah menonton aksi panggungnya secara langsung. Namun kekuatannya panggungnya tetap menghipnotis kita yang menonton dari rumah. 

Terbukti dengan suksesnya konser amal yang digelar Didi Kempot dari rumah dan ditayangkan secara live di Kompas TV. Selamat jalan Didi Kempot. Ragamu telah tiada. Namun karyamu abadi di hati. (EP)